Selasa, 08 Desember 2015

Kacamata



Tempo hari, dosen saya curhat bagaimana merepotkannya selama satu tahun terakhir ini beliau harus menggunakan kacamata. Tidak bisa nonton televisi dengan nyaman, mau makan bakso juga ribet banget, belum lagi kalau lagi bawa motor terus hujan gede.

Betul banget, Bu…
Ikut terharu sambil membayangkan beragam jenis duka selama 10 tahun lebih memakai kacamata.

Jika masih ada yang beranggapan kalau pakai kacamata itu jadi terkesan cool, keren, cakep dan pinter, buang jauh-jauh deh pikiran kayak gitu. Karena seperti kata dosen saya, pakai kacamata itu benar-benar merepotkan. Banyak banget penderitaan yang harus dialami. Nggak ada kerennya sama sekali.

Contohnya:

1. Nonton televisi
Nonton televisi itu enaknya sambil tiduran di sofa atau karpet, tapi bagi orang berkacamata hal sederhana itu pun sulit dilakukan. Salah posisi dikit, frame bisa patah.

2. Nonton Film 3D
“Apa yang harus aku lakukan?!!!” *nangis bareng Daehan  *ganti nonton pororo

3. Makan bakso dan makanan panas lainnya.
Tiap mau nyuap, baksonya nggak pernah kelihatan. Ketutupan uap dari kuah.

4. Snorkeling
Niatnya kan mau lihat keindahan terumbu karang sama ikan yang lucu-lucu gitu, apa daya yang terlihat hanya bayang-bayangnya saja.

5.  Pakai masker
Tapi bukan masker bengkuang atau putih telur yaaaa.
Bayangin, kondisinya saya pakai kacamata dan masker, terus lagi jahit luka pasien. Kacamata dibuka, nggak kelihatan. Kacamata dipasang, berembun dan tetap nggak jelas. Ini tuh derita bangeeeeet TT_TT
Kalau nggak percaya, cobain deh.

6. Bawa motor ditambah hujan gede
Keadannya sama kayak lagi pakai masker. Kacamata dilepas, jalan nggak kelihatan. Kacamata dipakai, kecipratan air hujan. TT_TT

7. Lupa
Pernah suatu hari, saya buru-buru ke kampus karena kuliah jam pertama itu dosennya nyeremin banget. Dan kacamata ketinggalan. Udah aja, seharian itu lemes kayak lagi diet. Duduk di barisan paling depan pun tetap nggak kelihatan. Cuma bisa pasang tampang sok ngerti dan sok bisa lihat tulisan di layar.

8. Sombong
Banyak banget yang bilang saya sombong. Katanya nggak pernah balik nyapa, nggak pernah balik senyum, nggak pernah balik melambaikan tangan, dll.
Bisa dipastikan kalau kejadian itu ketika saya lagi nggak pakai kacamata dan orang itu berada dalam jarak lebih dari 50 cm.
Jadi bukannya sombong, hanya saja saya tidak bisa melihat mereka dengan jelas.

9. Pusing, pegal, kulit belang
Gejala yang muncul setelah berjam jam memakai kacamata di bawah matahari yang terik. Itu saja.

10. Softlens dan operasi lasik
Kira-kira tiga tahun lalu pernah selingkuh dengan softlens. Tapi nggak lama karena kurang nyaman, sering kebawa tidur dan timbul iritasi. Balik lagi deh sama kacamata.
Eh, beberapa bulan lalu sempat kecantol juga dengan operasi lasik gara-gara adiknya teman yang bisa pisah dari kacamata setelah dioperasi. Tapi langsung ciut begitu tahu besaran biaya yang harus dikeluarkan. Mending uangnya buat jajan gamis. :))

Memiliki mata minus memang nggak nyaman. Tapi, masih ada sisi positifnya kok…(menurut saya ini mah :))
Contohnya tiap kali mau presentasi atau berbicara di depan banyak orang, saya suka sengaja nggak pakai kacamata. Kalau udah berdiri di depan, wajah orang yang banyak dan tertuju sama saya kan jadi nggak jelas terlihat, apalagi barisan paling belakang. Hal itu kadang bisa bikin saya jauh lebih tenang. Gugup hilang, presentasi lancar. :D


Kamis, 11 Juni 2015

[Latepost] JALAN-JALAN KE KULON PROGO

Apabila dalam pengembaraan kau tidak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana, maka sebaiknya kau berjalan seorang diri seperti raja yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya atau seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di tengah hutan. (Siddhartha Gautama)


I know, I'll never walk alone


Perlakukan temanmu seperti kau memperlakukan foto-fotomu. Tempatkan mereka di bawah sinar yang paling indah. (Junnie Churchill)

Gagal foto di pohon gara-gara antriannya udah ditutup. 
Padahal kita datangnya pagi-pagi banget loh....
Belum jodoh TT_TT

Rapopo....
Yang penting udah nyampe Kalibiru :))

Kalau nggak salah, waktu itu kita lagi ngobrolin tentang Kulon Progo yang endemi malaria kan ya? :D *mohon abaikan


Smile :)


   Semoga lain hari kita berjodoh ya....

Dalam pesona persahabatan, seseorang yang biasanya tidak menonjolkan diri bisa menjadi berani, yang pemalu menjadi percaya diri, yang pemalas menjadi giat, dan yang tidak sabar atau banyak gerak menjadi hati-hati serta tenang. 
(William M, Thackeray)


Kita terlalu percaya diri bisa nyebur di air terjun sampai bawa baju ganti segala. 
Ternyata aliran airnya deras banget. :(
Lagi-lagi kita cuma bisa foto. 


Ah, iya, kalau mau ke sini lebih baik bawa bekal (terlebih jika gampang lapar kayak saya), karena di sekitar air terjun tidak ada warung apalagi rumah makan.


Persis seperti gelombang yang tidak bisa berdiri sendiri dan harus selalu ikut dalam riak samudera, begitu juga kita yang tidak pernah bisa menjalani hidup sendiri, sehingga harus selalu berbagi pengalaman hidup dengan orang-orang di sekeliling kita.
(Albert Schweitzer)



Setelah gagal naik pohon di Kalibiru, gagal nyebur di Grojogan Watujonggol, rupanya kita gagal pula melihat matahari terbenam di Pantai Glagah karena cuaca yang mendung. 
But, it's okay...haha
Soalnya ombak di sini keren banget. 
Baru di Pantai Glagah deh nungguin ombak deg-degannya sama kayak lagi nunggu jodoh. :D

Live-Laugh-Love




Bagi wanita, persahabatan melintasi batas cinta.
(Thomas Moore)

1...2...3...klik!


Persahabatan adalah bayang-bayang senja. 
Ia terus merayap hingga matahari kehidupan terbenam.
(La Fontaine)


I love youuuuuuu. ^_^



Selasa, 28 April 2015

Misteri di balik jari kelingking yang hilang


Judul          : Konstantinopel
Penulis       : Sugha
Penerbit     : DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan     : Pertama, April 2015
Tebal         : 272 Halaman
ISBN         : 978-602-296-088-1
           
Putra Bimasakti, lulusan terbaik Sekolah Tinggi Sandi Negara datang terlambat di hari pertama dia bekerja sebagai Staf Ahli Bidang Politik sekaligus asisten Wakil Kepala BIN. Awal yang buruk langsung mengantarkan Bima pada sebuah kasus rumit. Bersama atasannya, Catur Turangga, Bima ikut menyelidiki penyebab tewasnya seorang caleg DPR terpilih bernama Ine Wijaya. Saat itu, diduga ada sabotase politik yang melatarbelakangi kematiannya. Hingga beberapa hari kemudian muncul kebakaran besar yang menewaskan Sandra Sienna Dewi, seorang staf administrasi gedung DPR. Dua kasus yang awalnya hanya disimpulkan sebagai kecelakaan biasa, berubah menjadi kasus pembunuhan berantai setelah ditemukan beberapa kesamaan yang mencolok. Pertama, kedua korban kehilangan jari kelingking tangan kiri. Kedua, ternyata mereka teman dekat dari Cinta Clarissa, putri angkat Presiden.

Jika ternyata kasus yang sedang ditangani Bima benar-benar kasus pembunuhan berantai, lantas apa yang melatarbelakanginya? Benarkah sabotase politik? Siapa dalangnya? Lalu, siapa berikutnya?

Perkenalan Bima dengan wartawan Channel-9 bernama Roman Abdurrahman memunculkan satu titik terang. Terungkap bahwa Roman, Ine Wijaya dan Sandra Sienna Dewi ternyata tergabung dalam Konstantinopel bersama Cinta Clarissa.  Tidak hanya mereka berempat, masih ada Januar Tan, Juan Sandjaya dan Felix Marpalele. Tujuh orang anggota Konstantinopel tersebut rupanya pernah sama-sama kuliah di Universitas Instanbul, Turki.

BIN semakin kewalahan dengan misteri pembunuhan berantai yang belum juga terkuak setelah Roman akhirnya tewas tertembak. Seperti dua korban sebelumnya, jari kelingking tangan kiri Roman pun hilang. Opini publik menggiring Cinta Clarissa sebagai tersangka utama ketika ditemukan pesan berbahasa Turki pada dinding kamar mayat. Setelah berhasil memecahkan pola pembunuhan yang digunakan pelaku, Bima justru sangat yakin kalau Cinta adalah target berikutnya. Namun, sulit bagi Bima untuk terus menyelidiki misteri pembunuhan anggota Konstantinopel karena tak lama setelah pembunuhan ketiga, dia malah dipecat oleh atasannya.

Ada beberapa hal ganjil yang tidak terjawab dari novel ini seperti alasan pembunuh mengambil jari kelingking tangan kiri. Kenapa harus kelingking tangan kiri? Selain itu, ketika Bima menyadari kalau tidak ada bekas noda darah pada mobil Ine Wijaya setalah tertabrak kereta api. Padahal sebelum diselidiki Bima, polisi sudah lebih dulu memeriksanya. Apa mungkin polisi melewatkan hal sepenting itu? Nomor kamar apartemen Cinta Clarissa pun tidak jelas. Di awal dituliskan 1708 tapi di halaman berikutnya menjadi 1709. Adegan ketika Bima nekat meloncat dari lantai enam dan membuat keributan di Mabes juga saya rasa tidak masuk akal.

Jangan menilai buku dari sampulnya, jangan pula menilai buku dari judulnya. Kalimat tersebut bisa disematkan pada novel pertama karya Sugha ini. Meski terdapat kekurangan, membaca Konstantinopel membuat saya terus penasaran sejak halaman pertama hingga akhir bahkan menamatkannya dalam sekali baca karena disuguhkan dengan alur cepat dan adegan-adegan yang menegangkan. Teka-teki rumit pada setiap bab juga membuat saya ikutan kesal karena hingga bab terakhir masih kesulitan menebak siapa pelaku pembunuhan sebenarnya. Konstantinopel mungkin tidak sempurna tapi kehadirannya bisa menjadi oase bagi para penikmat novel thriller.

            

Kamis, 04 Desember 2014

Kado Ulang Tahun



Dan saat kamu menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya. –Sang Alkemis-

***

 Pagi itu, tiga hari sebelum menggenapkan usia di angka 24, serentetan pesan datang dari Kak Wulan. Sebuah pesan yang membuatku mengaktifkan kembali twitter yang telah hiatus lumayan lama. Sulit dipercaya, lima belas menit kemudian, aku dinyatakan menjadi peserta Kampus Fiksi 10. Ah, kado ulang tahunku tiba lebih awal rupanya.
         Awal 2014, pertama kalinya aku mengenal DIVA Press dan Kampus Fiksi. Tepat di bulan April, akhirnya berkesempatan mengikuti Kampus Fiksi spesial dan mendapat tiket emas langsung dari Pak Edi Akhiles. Harusnya, aku menduduki kursi di angkatan 14 bersama dengan Rofie dan Kak Wulan. Siapa sangka, waktu mempertemukan kami lebih cepat. Dan tidak hanya mereka berdua, Mbak Meka dan Kak Amad Kocil yang aku kenal saat Kampus Fiksi spesial, ternyata masuk di angkatan 10 juga.
           Bagiku, semuanya menjadi terasa serba cepat. Maka, ketika menjejakkan kaki di gedung baru Kampus Fiksi, aku seperti sedang bermimpi saja. Beberapa orang yang namanya sering bergantian muncul di timeline twitter , akhirnya kutemui juga. Alumni Kampus Fiksi yang aku kenal lewat novel-novelnya, bisa kumintai tanda tangan bahkan foto bareng.
            Malam pertama, di atas kasur berlogo Manchester United, aku mencoba mengingat nama-nama peserta yang berjumlah 19 orang itu. Tiba-tiba saja aku merasa sedikit kecewa. Ah, bagaimana mau cinlok jika perbandingan laki-laki dan perempuannya saja 4:16?
            Kampus Fiksi ibarat sebuah kotak kado yang sangat besar.  Di dalamnya berisi puluhan kotak kado lain yang menanti untuk di buka. Salah satu kado yang besar bernama Pak Edi Akhiles. Jika ada yang menanyakan padaku siapa orang paling baik se-Yogyakarta, aku pasti  akan menyebut nama beliau. :))
            Kado-kado lain adalah ilmu yang dibagikan dari para editor, para alumni Kampus Fiksi yang karya-karyanya pernah berjejer rapi di toko buku, hingga Mbak Munnal dan Mas Aconk yang bercerita dengan sangat jelas tentang sisi lain dunia literasi.
            Selama empat hari tiga malam, hal paling berkesan bagiku adalah ‘praktik menulis tiga jam’. Saat itulah, baru aku tahu jika dua orang yang duduk di kanan dan kiriku adalah orang-orang keren. Feni, remaja SMA yang gaya bicaranya tidak jauh berbeda dengan Fitri Tropica itu ternyata sudah melahirkan karya berjudul Tak Bisa ke Lain Hati.
            Lain lagi dengan laki-laki bernama Kristiawan yang duduk di samping kiriku. Cerpen yang dia tulis dalam waktu tiga jam, seketika membuatku frustasi. Mendadak, aku teringat ucapan Hemingway di Midnight in Paris. Kira-kira begini kalimatnya:
Jika itu jelek, aku membencinya karena aku benci tulisan jelek. Jika itu bagus, aku akan iri dan tetap membencinya.
Ya, saat itu aku benar-benar iri dan benci dengan tulisannya.
            Teruntuk Rofie, Kak Wulan, Mbak Meka, Kak Amad, Mbak Altami, Mbak Dian, Mbak Endah, Feni, Kristiawan, Fatta, Lina, Rifah, Nida, Nursaadah, Sani, Siska, Mas Sugianto, Viki dan Vini, tahun ini aku mendapat banyak sekali kado ulang tahun dari kalian. Terima kasih….
            Keep writing on!

   



Selasa, 02 Desember 2014

Catatan Perjalanan: Puncak Sikunir-Kawah Sikidang-Telaga Warna (Latepost)

24 Oktober 2014,  jam 23.00

Lampu kamar masih belum saya matikan. Rasanya aneh, melihat carier ada di pojokan kamar. Tidak ingat lagi kapan terakhir kalinya gendong carier dan tidur di tenda. 
Kuliah? Pramuka? Jambore waktu SMA? Pokoknya sudah lama sekali.
Dua minggu sebelumnya, teman saya (Uuj) mengajak untuk ikut acara makrab kelompok pengajian yang dia ikuti (FORHAGI). Begitu mendengar lokasinya di Dieng, langsung saya bilang ‘oke’, padahal waktunya berdekatan dengan jadwal ujian. Ah, pokoknya daftar saja dulu, masalah ikut atau tidak, bentrok dengan ujian atau tidak, itu urusan nanti.
Untunglah, ternyata tanggal 25-26 Oktober libur. Tanggal merah!!!

25 Oktober 2014, jam 10.00


Foto dulu sebelum berangkat. 
Nggak nyangka, ternyata yang ikut banyak juga. LEGGO!!!

Karena hari Senin masih ada ujian, niat awal mau ngapalin Parasitologi selama di perjalanan. Lumayan kan, Jogja-Wonosobo jaraknya 4 jam. Tapi...mendengar kiri-kanan-depan-belakang pada ngobrol ketawa-ketiwi, nggak tahan juga pengen ikutan nimbrung. 

Jam 2 siang akhirnya sampai di Wonosobo. Bablas, Parasitologi nggak disentuh sama sekali. 
Kami berhenti dulu di sebuah mesjid dekat Pasar Kertek. Istirahat sekalian nunggu Ashar. 
Jam setengah empat, perjalanan dilanjutkan lagi. Tujuan pertama dan utama yaitu Puncak Sikunir di Desa Sembungan. Kirain, udah dekat, ternyata masih jauuuuuh.

Hujan turun. Gede banget!
Hujan pertama yang saya lihat setelah pindah dari Ciamis. 
Setengah jam berlalu, hujan masih deras. Bagaimana kalau hujan belum reda saat kami tiba di Sikunir? Ah, bayangan di kepala saya mah  naik ke puncak Sikunir, terus jalanannya leueur, poek, guprak be geubis!

Ternyata Mas Dadang punya rencana lain. Kami diajak singgah dulu di rumah saudaranya. Lupa nama desanya, tapi masih di kecamatan Kejajar. 



Inilah alasan Mas Dadang mengunjungi saudaranya.
Terima kasih. ^_^

Hujan akhirnya reda....




Jalan-jalan sore di sekitar kampung dengan hamparan perkebunan kubis dan kentang yang bertingkat-tingkat milik warga.

Perjalanan berlanjut. Satu jam kemudian akhirnya sampai juga di Sikunir. Ternyata tidak usah jalan kaki untuk sampai ke tempat kemah seperti bayangan saya sebelumnya. Meskipun jalannya kecil dan sedikit rusak, tapi masih bisa dilalui mobil.

Nyate....

Udah pakai sleeping bag, masker, sarung tangan, jaket dua lapis, tapi dinginnya masih tembus nyampe  tulang. -,-



26 Oktober 2014
Jam 3 pagi dipaksa bangun. 
DINGIN BANGET!!!
Terpaksa lari-lari kecil untuk menghangatkan badan.

Perjalanan menuju puncak Sikunir pun dimulai.
Di tengah perjalanan, saya bertemu dengan rombongan yang baru turun dari puncak.

"Mas, ke puncak kira-kira berapa menit lagi?" tanya saya yang mulai ngos-ngosan. Antara ngantuk, dingin dan sakit perut. (Ps: Sebaiknya, sebelum naik ke puncak bereskan dulu segala urusan di kamar mandi. Biar kejadiannya tidak seperti saya)

"Paling 15 menit lagi, Mbak," katanya.

Ah! Ternyata saya dikubulin. Bukan 15 menit. Tapi 2 x 15 menit!!!


Akhirnyaaaaaa
Matahari Terbit di Puncak Sikunir.






Kawah Sikidang Jam 10.00 

Setelah puas dengan keindahan Puncak Sikunir, perjalanan kami berlanjut menuju Kawah Sikidang. Kira-kira 15 menit dari lokasi kemah Sikunir.
Karena nggak kuat sama bau belerang, saya hanya bisa melihat Kawah Sikidang dari kejauhan. Padahal, kata teman-teman pemandangannya keren banget. Ah, jadi nyesel.




Telaga Warna jam 13.00
Kira-kira jam satu siang, kami tiba di kawasan Telaga Warna dan Pengilon.
Betah banget deh di tempat ini.  





Menurut saya, pemandangan terbaiknya ya di dekat patung Gajah Mada ini. 
Dari patung ini, belok kanan....




Dan liburan di Wonosobo pun berakhir....
Sebelum pulang ke Jogja, kami singgah dulu di rumah keluarga Mas Aris. Ternyata, rumahnya hanya berjarak 10 menit saja dari Kawasan Borobudur.
Terima kasih untuk makan malamnya, Mas Aris dan keluarga.... ;))

Tepat jam 8 malam, kami akhirnya tiba di Jogja. Liburan benar-benar berakhir. 
Terima kasih Mbak Uuj, terima kasih FORHAGI. ^_^
Kapan-kapan kita main ke Green Canyon ya....

***

Rabu, 23 April 2014

Pasien Hari Ini



Mengapa orang membuat keinginan kepada bintang jatuh? Apakah akan menjadi kenyataan jika mereka melakukannya? Dulu, aku selalu bertanya-tanya tentang hal itu.
Namun sekarang aku berpikir, ah, pasti mereka sangat putus asa.
Meskipun terus memiliki waktu yang sulit, aku berharap semua orang bisa bahagia.
---
Setiap kali melihat makhluk sepertimu, aku tidak berdaya. Menangis bukanlah kepribadianku dan itu hanya membuang-buang waktu. Jika bisa, aku ingin sekali marah. Tapi itu juga bukan hak maupun kewajibanku. Aku tidak suka terlibat dengan perasaan seperti ini. Terlalu rumit.
            “Bernapaslah…”
            Mengalirkan oksigen sebanyak-banyaknya ke dalam paru-paru kecilmu adalah satu-satunya usaha yang bisa aku lakukan saat ini. Setelah itu terserah kamu mau melakukan apa saja. Membunuh ayah dan ibumu. Menyeret mereka ke penjara. Atau melupakan mereka selamanya. Semuanya ada di tanganmu.
            “Bernapaslah, aku mohon…”
            “Sudah, hentikan!” akhirnya bu Nurul merampas ambubag dari tanganku. Lima menit yang lalu dia sudah menyuruhku untuk berhenti tapi tak kupedulikan.
            Kusentuh kaki kecilmu yang bahkan lebih kecil dari jempol kakiku. Dua jam yang lalu di sini masih terasa hangat. Sekarang aku tak merasakan apapun.
            “Lakukan perawatan jenazah yang benar. Ibu anggap ini ujian!”
            Bu Nurul keluar dari ruang tindakan. Kulihat dia berbicara dengan dua orang polisi dan seorang wanita tua yang membawamu ke sini. Tidak jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Mungkin selanjutnya akan dilakukan autopsi. Mungkin juga mereka sedang berunding di mana akan menguburkanmu. Atau…mungkinkah polisi sudah menemukan ibu yang membuangmu?
            Alih-alih membantumu untuk bisa hidup lebih lama, justru akulah yang mendapat bantuan darimu. Setelah dua bulan praktik di rumah sakit, akhirnya aku bisa melakukan perawatan jenazah. Nilai praktik klinik kebidananku bertambah karenamu. Aku merasa lega, tapi tidak bahagia sama sekali.
***
            “Hei, Canis!”
            Aku melambatkan langkah lantas menoleh ke belakang. Ayu berjalan keluar dari ruang obgyn sambil tersenyum lebar.
            “Mau makan siang?” tanyanya seraya berjalan ke arahku.
            Aku menggangguk sambil balas tersenyum.
            “Jaga di mana hari ini?” Ayu menggandeng lenganku.
            “Perinatologi…” pandanganku teralihkan oleh sekumpulan orang yang berjalan dengan cepat menuju ruang obgyn. Aneh, karena jam besuk baru saja berakhir.
            “Kenapa banyak orang di sana? Ada yang meninggal?” selidikku yang langsung membuat Ayu tertawa.
            “Bukan. Ada pasien yang mau nikah!”
            Aku mengernyitkan dahi. Kaget sekaligus tidak percaya dengan jawaban yang keluar dari mulut Ayu.
            “Kenapa menikah di sini?”
            “Anak SMA jaman sekarang memang gila. Teman-temannya lagi sibuk UN, dia malah lahiran!” tukas Ayu geram. Ia melipat kedua tangannya di dada. “Cowok yang menghamilinya kabur, baru ketemu tadi pagi. Makanya langsung dinikahin di sini.”
Selama di rumah sakit, aku sering mendengar kasus anak SMP yang diperkosa, anak SMA yang melahirkan di toilet sekolah, juga beberapa remaja meninggal karena aborsi. Tapi…menikah di rumah sakit?
            “Katanya ada yang nemu bayi di tong sampah ya?” Ayu segera menyeretku menjauh dari ruang obgyn.
            “Meninggal.” jawabku singkat.
            Ayu mendengus sebal. “Asfiksi?”
            “Iya. Ditambah perdarahan tali pusat.”
            “Kasihan…”
            Kami berdua sampai di depan pintu lift. Beberapa orang perawat juga terlihat di sana, menunggu giliran untuk menggunakan lift.
            “Capek…” keluh Ayu tidak bersemangat. “Aku ingin cepat-cepat minggu depan.” ucapnya pelan.
Benar juga. Tinggal satu minggu lagi, setelah itu praktik klinik kebidanan ini benar-benar akan berakhir. Meninggalkan rumah sakit, kembali ke kampus, ujian, menyusun tugas akhir, melakukan penelitian, lalu…wisuda.
            Pintu lift terbuka. Kulihat Nina keluar bersama seorang wanita hamil yang duduk di kursi roda. Setahuku hari ini dia jaga pagi di IGD. Pasti mau mengantar pasien ke ruang obgyn. Tapi…wanita hamil ini aneh.
            “Bu guru…” dia melambaikan tangannya pada orang-orang lalu tertawa keras sekali. “Bu guru…dadah…”
            Nina memberikan isyarat dengan matanya, menyuruhku dan Ayu untuk cepat mengikutinya. Ayu terlihat antusias, berbeda sekali raut wajahnya dengan beberapa menit lalu.
            “Bu guru…balonnya mana?” wanita hamil itu mendongak menatap Nina manja.
            “Nanti ya…” jawab Nina sekenanya.
            Ayu menyenggol lengan Nina. “Pasien ini kenapa?” bisiknya.
             “Plasenta previa.”
            Ayu tidak puas, dia mencubit lengan Nina. “Pasien ini kenapa? Stres?”
            Kami sampai di ruang Obgyn. Dengan sigap, Ayu yang memang bertugas di ruang obgyn langsung mengambil alih kasus wanita hamil tersebut. Wajahnya benar-benar gembira dan bersemangat.
            “Ini kasus yang langka! Akhirnya aku bisa melakukan asuhan pada ibu hamil dengan gangguan mental…” celotehnya padaku dan Nina.
            Nina membuang muka. Dia langsung mengajakku keluar dari ruang obgyn setelah menyerahkan pasien dan laporan rekam medik.
            “Kasihan pasien itu,” ucap Nina lirih.
            “Keluarganya di mana? Aku juga tidak melihat suaminya.”
            “Keluarganya masih mengurus administrasi. Kabarnya dia hamil setelah diperkosa oleh beberapa pemuda di kampungnya.”
            “Astagfirullah…pantas saja dia jadi seperti itu,” seruku nyaris tidak percaya.
            “Tidak. Dia idiot sejak kecil.”
***

Keterangan:
- Ambubag: Alat bantu pernapasan untuk memompa oksigen udara bebas.
- Ruang Obgyn: Fasilitas rawat inap khusus pasien-pasien dengan kasus kebidanan dan kandungan.
- Ruang Perinatologi: Fasilitas rawat inap yang disediakan khusus untuk pasien bayi baru lahir sampai usia 12 bulan.
- Asfiksi:Gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh/ bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.
- Plasenta Previa: Kondisi plasenta menempel di bagian bawah rahim/ bukan berada dalam posisi normal.

Selasa, 11 Maret 2014

B.A.P Adventures in America (San Fransisco)



  
Selesai shooting di Los Angeles, besoknya enam matoki berangkat menuju San Fransisco. Nggak nyangka, Babys San Fransisco ternyata sudah menunggu mereka di bandara. Lagu- lagu BAP yang beraliran hip-hop memang lebih diterima sama kuping orang-orang Eropa dan Amerika. Jadi nggak heran, disana fansnya juga banyak.





Seperti biasanya, dimana ada fans, pasti Yonggguk dapat Tigger. Himchan saja sampai berkomentar kalau asrama mereka sekarang penuh dengan tigger. Saking banyaknya, kadang dia suka takut karena mereka terlihat seperti hidup. Lol!



Jadi ingat dulu Yongguk pernah ngetwit tentang boneka tigger pemberian babys. Karena di asrama mereka sudah tidak ada tempat lagi untuk menyimpan tigger-tiger pemberian fans, jadi dia meminta ijin ke babys untuk menyumbangkan tiger-tiger itu ke anak-anak yang membutuhkan agar lebih bermanfaat. Bangun museum aja, Bang! J
Di San Fransisco, BAP masih melakukan pengambilan gambar untuk MV Coffee Shop. Pemandangan San Fransisco unik banget. Tua tapi artistik. (Jadi membayangkan naik cable car di SF sambil mendengarkan Coffee Shop J) Kalau yang pernah melihat MV Coffee Shop pasti tahu dengan jalanan menanjak yang jadi latar belakang Jongup dan Youngjae saat berjalan-jalan. Yap! Nob Hill. SF memang terkenal memiliki banyak bukit yang menjadi daya tarik wisatawan manapun.




Himchan juga bilang kalau harus memilih antara Los Angeles dan San Fransisco, dia lebih suka San Fransisco. Lebih artistik.


Lokasi selanjutnya lebih keren lagi. Tempat wisata terkenal di San Fransisco, Golden Gate. (Kalau tidak salah disana terkenal dengan kabut musim panasnya). Bukan hanya tempatnya yang keren tapi cuaca dinginnya juga. Member-member BAP juga tidak mengira kalau udara di San Fransisco ternyata lebih dingin dibanding yang mereka kira sebelum tiba di Amerika. (Kids, ada sebuah kutipan populer dari Mark Twain, katanya ‘musim terdingin yang pernah kualami adalah musim panas di San Fransisco’) Nah loh…gimana kalau lagi musim dingin?


Selain Golden Gate dan Nob Hill, ada tempat lain yang juga sangat terkenal di San Fransisco. Daehyun bilang kalau dari Golden Gate, kita bisa melilhat pulau Alcatraz. Yap! Disanalah dibangun sebuah penjara yang sangat terkenal, penjara Alcatraz. Karena sudah ditutup atau tidak digunakan lagi sebagai tempat tahanan, sekarang Alcatraz lebih dikenal sebagai salah satu tempat wisata populer di SF.
Mendengar penjelasan dari Daehyun, Jongup dengan polosnya bilang kalau dia juga pernah mendengar bahwa ada dementor yang tinggal disana. 0,0 Kkkkkkkk!!!


  
Jadi ingat kata-kata Youngje kalau dia sendiri kadang-kadang bingung dengan Jongup, apakah dia itu benar-benar polos atau sebenarnya idiot (?) 


    --LIKE A BOSS—

   

--Good Bye San Fransisco!!!--